"Maaf ya, aku membuatmu menunggu.", kataku penuh sesal.
"Tidak apa-apa.", jawabmu ringan. Kamu tersenyum manis menatapku, membuatku heran. Orang lain pasti akan ngambek kalau disuruh menunggu seperti kamu menunggu aku.
"Benar tidak apa-apa? Memangnya kamu tidak rindu?", tanyaku penasaran.
"Tentu saja rindu! Rindu sekali. Tapi betul kok, tidak apa-apa.", jawabmu, mencoba meyakinkanku. Kutatap matamu, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya kau rasakan. Tapi kulihat jujur disana. Aku jadi makin heran.
"Tentu saja rindu! Rindu sekali. Tapi betul kok, tidak apa-apa.", jawabmu, mencoba meyakinkanku. Kutatap matamu, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya kau rasakan. Tapi kulihat jujur disana. Aku jadi makin heran.
"Lalu?", aku makin penasaran. Baru sekarang kutemukan orang seperti kamu.
"Merindukanmu itu seru!", katamu sambil tersenyum sedemikian lebar. Seakan kau sedang menghadapi sesuatu yang sangat menyenangkan. Keningku berkerut, mencoba memahamimu, menunggumu menjelaskan.
"Merindukanmu itu seru!", katamu sambil tersenyum sedemikian lebar. Seakan kau sedang menghadapi sesuatu yang sangat menyenangkan. Keningku berkerut, mencoba memahamimu, menunggumu menjelaskan.
"Iya, merindukanmu itu seru. Harus berakting seperti orang waras ketika isi kepalaku semuanya kamu. Sembunyi-sembunyi mengintip HP sambil berharap ada sms darimu. Berpura-pura mendengarkan perkataan orang lain saat otakku memikirkan apa kabarmu. Menahan diri untuk tidak senyum-senyum sendiri ketika setiap hal mengingatkanku tentangmu. Ah, pokoknya seru!"
"Tapi, merindukanmu cukup Senin sampai Sabtu. Lebih dari itu, sudah tidak seru.. Karena otakku pasti sudah memikirkan yang aneh-aneh tentangmu. Jadi, kuminta, sisihkan waktumu sedikit saja untukku. Memang merindukanmu itu seru, tapi bertemu denganmu jauh lebih seru.", lanjutmu.
"Sudah cukup kamu menungguku. Bersamaku selalu, mau?", tanyaku.
"Sudah cukup kamu menungguku. Bersamaku selalu, mau?", tanyaku.
Comments
Post a Comment