Skip to main content

Kamu manis, kataku.


Kamu sibuk memilih baju di dalam lemarimu. Rambutmu yang sedikit basah masih kau jepit asal, wajahmu belum tersapu make up, aroma sabun masih menguar kuat dari tubuhmu. Keningmu berkerut memandang koleksi bajumu, lalu tanganmu bergerak mengambil salah satu baju. Mematut-matut diri di depan cermin. Tidak puas, kamu lempar baju itu ke tempat tidur, lalu kamu keluarkan baju yang lain. Begitu terus berkali-kali, sampai akhirnya kamu manyun kebingungan. Hihihi, kamu lucu sekali kalau sudah manyun begitu. Makin cantik, menurutku.

“Pakai baju yang mana?”, kamu bertanya padaku.

“Yang manapun bagus.”, jawabku sungguh-sungguh.

“Ini kencan pertamaku dengannya. Aku ingin tampil beda.”, kamu merajuk, merasa aku tak membantu dengan  jawabanku barusan.

“Baiklah, kamu mau menampilkan imej seperti apa? Feminin? Tomboy?”, akhirnya aku mengalah dan membantumu memilih baju.

“Feminin tapi nyaman.”, jawabmu lugas. Ah, kamu memang wanita yang feminin tapi easy going. Katanya ingin tampil beda? Harusnya kamu bergaya tomboy. Aku terkikik dalam hati.

Lalu kutunjuk sebuah rok manis berwarna coklat muda, berenda-renda. Kutunjuk pula sebuah tas mungil dengan warna hitam dan sepasang sepatu flat yang senada.

Kamu sepertinya puas dengan pilihanku. Kamu mulai memakai semua yang tadi kutunjuk, dan memandang dirimu di cermin. Kamu bersenandung gembira sambil mengulas make up tipis di seluruh wajahmu. Aku sebenarnya lebih suka melihatmu tanpa make up, kamu sudah cantik kok.

Aku menarik nafas panjang. Ah, sebenarnya aku iri padanya. Aku pun ingin berkencan denganmu. Tapi aku tahu, kamu suka sekali padanya. Jadi aku mengalah saja. Aku lebih sayang kamu, aku ingin kamu bahagia.

“Bagaimana?”, tiba-tiba kamu bertanya padaku.

“Apanya?”, jawabku, menyembunyikan kekagumanku akan penampilanmu. Ah, ternyata aku salah. Kamu pintar berdandan, make up itu kamu ulas tipis-tipis, hanya supaya wajahmu tidak terlihat pucat. Kamu jadi makin cantik, aku jadi ingin menempelkan bibirku di pipimu, menciummu penuh rasa sayang. Tapi aku tahu aku tidak bisa melakukan hal itu.

“Bagaimana penampilanku, tentunya. Bagaimana?”, kamu kembali bertanya sambil memutar-mutar dirimu di depan cermin. Membuat rok mu mengembang sedikit.

“Kamu manis.”, kataku.

“Sungguh?”, matamu berbinar bahagia mendengar penilaianku. Aku tahu, kamu percaya sekali pada penilaianku, karena aku tidak pernah berbohong padamu.

“Sungguh.”, jawabku sambil tersenyum. Di depan cermin, kulihat kamu pun tersenyum.

“Terima kasih. Aku pergi dulu ya.”, kamu pun menyentuhkan tanganmu ke cermin, menyentuh tanganku. Lalu kamu tersenyum, dan aku pun tersenyum. Kamu melangkah, bayanganmu menghilang dari cermin, dan akupun menghilang.

Comments

Popular posts from this blog

Tick Tock Escape

I should have wrote this review sooner . Akhir-akhir ini lagi happening banget game detektif-detektif-an atau puzzle rooms . Awalnya denger tentang game ginian dari adikku tersayang, karena di Jakarta katanya nge- trend banget. Dia yakin aku bakalan suka game ini dan ngajakin main di Bandung. Salah satu tempat yang eksis banget itu namanya Ticktock Escape Room di Ciwalk Bandung. Awalnya nyoba main room yang level medium , pilihannya The Mansion's Heist atau Murder at Opera House. Kita main bertiga: aku, adikku, dan sepupuku. Biayanya lumayan sekali main, di atas 100 rb per orang. Biaya dan info lebih lengkap bisa liat disini . Lebih banyak pemainnya, biaya per orang nya jadi lebih murah. Kita nyoba main di Murder at Opera House. Sebelum masuk, semua HP dan tas harus disimpan di loker yang ada di luar ruangan. Pokonya masuk ke dalam ruangan itu hanya bawa diri sendiri aja, ga bawa pulpen atau apapun. Lebih baik booking dulu sebelum main, supaya room yang kita mau

A Journey To India (part 2)

So, kemaren sampe mana ceritanya? Ngurus-ngurus dokumen ya? Well, here's some more. Flight gw jam 11.50 siang dari Cengkareng, naik Malaysia Airlines. Yep, the famous MH flights yang ada di berita akhir-akhir ini. Berangkat naik Primajasa jam 5 pagi, dan pas sebelom berangkat tiba-tiba ibu naik ke bis hanya untuk ngasih tasbih. Tasbih! Bikin makin gimanaaaaaa ga sih? Hehehehe.. Well , bismillah. Here I go! Yang bikin deg-degan sebenernya adalah will I make it ? Karena biasanya pergi dinas kan berdua. At least kalo ada apa-apa, ya ada temennya. Ini sendirian banget. Serius, gw takut. Apalagi dengan tensi yang masih tinggi, ngukur sebelum berangkat di 150/100. Tapiii yaaa dijalani aja. Berangkat jam 5, nyampe bandara jam 8an. Kepagian. Mau check in , nunggu dulu lah jam 9an. Nongkrong sendirian kayak orang bingung di bandara. Sarapan roti di kursi tunggu yang di luar gate, so sad actually . I feel all alone. Abis sarapan, minum obat, nongkrong, bengong, akhirnya memut

Buang sampah

from pexels.com Selalu miris kalo liat ada yang buang sampah sembarangan. Baik itu dari mobil dilempar ke luar, buang sampah di dalam angkot, atau sambil jalan kaki dilempar aja sampahnya dengan cuek. Tapi paling miris kalo liat ada anak kecil yang ngasihin sampahnya ke ibunya, lalu ibunya dengan enteng ngebuang sampahnya gitu aja ke selokan atau jalan.  Is it so hard to keep your trash with you until you find a trash can?? Apa susahnya ngantongin bungkus permen sampe nemu tempat sampah? Atau masukin bungkus makanan ringan ke tas sampe nyampe rumah dan lalu dibuang di tempat sampah? Dari kecil, gw selalu diajarin Ibu untuk ngantongin atau megang sampah (bungkus permen, botol minum kemasan, bungkus makanan ringan) sampe nemu tempat sampah atau sampe pulang ke rumah. Tapi kenapa orang tua jaman sekarang kebanyakan ga seperti itu? Padahal mereka yang paling kenceng protes kalo rumahnya kebanjiran karena selokannya penuh sampah. Mereka juga yang suka bi