Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2012

Menikahlah denganku...

“Menikahlah denganku.”   “APA?”, aku shock , kaget dengan perkataannya yang tiba-tiba. “Tak usah sekaget itu. Aku serius.” “Tapi, bukannya kau sudah punya pacar?” “Pacar? Kau betul-betul percaya ceritaku tentang ‘pacarku’ itu?”, ia menggelengkan kepala putus asa. “Aku tidak pernah punya pacar, aku mengarang itu semua supaya kau tidak curiga kalau aku mencintaimu selama ini.” “Tapi…” aku kehilangan kata-kata. “Tapi apa? Jangan bilang kalau kau tidak pernah curiga pada perasaanku, pada perlakuanku padamu. Kau tidak sebodoh itu. Justru wanita itu yang bodoh karena sudah menyia-nyiakan kamu.” Ia menarik nafas panjang. “Percayalah, aku mencintaimu selama ini. Beri aku kesempatan untuk membuktikannya. Menikahlah denganku, ya? Cukup sudah aku ada disampingmu sebagai sahabatmu. Biarkan aku mengisi hidupmu selanjutnya dan selamanya.” “Asal kau tahu saja, aku putus dengan pacarku ya gara-gara kamu. Entah sejak kapan kamu memenuhi isi kepalaku, membuatku inginimu lebih dari selama ini

Sah!

“Bagaimana, sah?” “SAH!” Alhamdulillah… kuucap syukur dalam hati. Kuperhatikan wajahnya yang sumringah. Ia pun mengucap syukur penuh sungguh. Kulihat genangan air mata bahagia di matanya yang bulat. Mata yang kusuka, mata yang kucinta, mata yang kujaga agar selalu bahagia. Kulirik ia sekilas, ternyata ia pun sedang sembunyi-sembunyi melirikku. Aku tersenyum padanya, tersenyum meyakinkan bahwa aku pun bahagia. Dia yang selalu cantik, kini lebih cantik lagi. Manglingi, istilahnya. Maklum, ia jarang sekali berdandan, sehingga dipoles sedikit saja sudah jadi sangat berbeda. Dia, yang telah kucintai selama bertahun-tahun, yang kebahagiaannya adalah kebahagiaanku, kini mencium tanganku penuh khidmat dan agak malu-malu. “Doakan kami, Yah.”, pintanya ketika mencium tanganku. Aku tak kuasa menjawab. Kupeluk ia erat, kucium keningnya. Kau pasti tahu betapa aku menyayangimu, Nak. Doaku pasti terucap untukmu. Berbahagialah dengan pasanganmu kini. Ia takkan menyakitimu, kulihat betapa dalam

Ini bukan judul terakhir

Kalau dipikir, akhir-akhir ini aku seperti orang gila. Memikirkanmu setiap saat, tak peduli dimana aku berada. Di kantor, di angkutan umum, di jalan, di kantin. Setiap detik, hanya kamu yang ada di pikiranku. Dan aku baru bisa tenang ketika sudah menumpahkan semua tentangmu dalam tulisan. Karena buatku, menulis itu membebaskan. Membebaskan beban hati, membebaskan imajinasi, membebaskan khayal diri, membebaskan himpitan asa, membebaskan pikiran dari kamu. Aku berkutat denganmu setiap hari, akhir-akhir ini. Kadang aku kesal karena tak bisa menumpahkanmu dalam bentuk tulisan sesuai mauku. Kadang aku senang karena tulisanku memang seperti kamu yang kumau. Ah, kamu betul-betul membuatku gila! Gila yang menyenangkan, tentunya.   Tapi besok kamu pergi. Aku pasti kangen kamu, blog ku jadi rajin terisi karena kamu. Aku yang biasanya menulis kalau ada inspirasi saja, kini menulis karena komitmen untukmu, karena dipaksa olehmu, dan aku menikmatinya. Kamu membangkitkan gairahku untuk menulis la

Kalau odol lagi jatuh cinta...

“Aku bosan seperti ini terus!”, rajuk odol. “Seperti ini bagaimana, maksudmu?”, tanya sikat gigi. “Ya seperti ini. Aku merindukanmu setiap waktu, tapi hanya bisa bersama denganmu beberapa saat saja, sebelum manusia itu mengganggu kebersamaan kita dengan menghancurkan aku menjadi busa. Aku ingin lama bersama denganmu, mencumbui setiap senti tubuhmu.”, odol   menjelaskan. “Tapi, bukankah dengan begini, cinta kita jadi tetap membara karena dibakar rindu? Toh, kita tetap bertemu minimal dua kali sehari. Cukup untuk melepas rindu.”, sikat gigi berusaha memberi pengertian pada odol. “Tidak mau! Aku lelah merindukanmu! Aku ingin bersamamu, lebih lama.”, odol tetap keras kepala. “Kalau begitu, berdoalah supaya manusia membiarkan kita bersama lebih lama.” *** “Ah, cintaku, sepertinya Tuhan mendengarkan doaku. Aku bisa bersamamu kini, lama, tidak hanya sesaat seperti biasanya.”, odol mencumbui tubuh sikat gigi. Ya, pagi ini, manusia pengganggu itu terburu-buru mandi, sehingga ia lupa s

Merindukanmu itu seru!

"Maaf ya, aku membuatmu menunggu.", kataku penuh sesal. "Tidak apa-apa.", jawabmu ringan. Kamu tersenyum manis menatapku, membuatku heran. Orang lain pasti akan ngambek kalau disuruh menunggu seperti kamu menunggu aku. "Benar tidak apa-apa? Memangnya kamu tidak rindu?", tanyaku penasaran.   "Tentu saja rindu! Rindu sekali. Tapi betul kok, tidak apa-apa.", jawabmu, mencoba meyakinkanku. Kutatap matamu, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya kau rasakan. Tapi kulihat jujur disana. Aku jadi makin heran. "Lalu?", aku makin penasaran. Baru sekarang kutemukan orang seperti kamu.   "Merindukanmu itu seru!", katamu sambil tersenyum sedemikian lebar. Seakan kau sedang menghadapi sesuatu yang sangat menyenangkan. Keningku berkerut, mencoba memahamimu, menunggumu menjelaskan. "Iya, merindukanmu itu seru. Harus berakting seperti orang waras ketika isi kepalaku semuanya kamu. Sembunyi-sembunyi mengintip HP sambil berharap ad

Tentangmu yang selalu manis

Adik, apa kabarmu disana? Baik-baik? Aku disini baik-baik, terkadang ingat kamu. Ingat kamu yang bawel, kamu yang cerewet, ingat suaramu yang cempreng. Oke, mungkin aku sedikit berbohong kalau kubilang aku ingat suaramu. Aku sudah lupa, Dik, tapi aku ingat suaramu itu ganggu banget saking cemprengnya. Tapi, seganggu apapun suaramu, aku tetap kangen, Dik. Kangen sekali. Sampai-sampai aku rela deh kamu cereweti, seharian pun ga papa. Adik, kamu masih tetap centil kan? Aku ingat, tiap lihat kamera kamu langsung bergaya centil dengan menaruh satu tangan di pinggang, satu tangan lagi di pipi. Lalu kamu angkat sebelah kakimu dan tersenyum manis menatap kamera. Ah, kamu sepertinya punya bakat untuk jadi model, Dik. Apalagi dengan badanmu yang langsing dan senyummu yang berlesung pipit itu. Belum lagi matamu yang bulat mempesona dan berbinar-binar, seakan kamu manusia paling bebas masalah di dunia ini. Aku kangen difoto denganmu, Dik. Karena seheboh apapun gayaku, tetap saja gayamu pasti lebi

Senyum untukmu yang lucu

Masih ingat kan sama hari Sabtu itu? Waktu itu pertama kali aku melihatmu. Kamu diam di pojok situ, dengan mata berbinar lucu. Aku terpesona seketika itu. Kamu tahu? Seharian itu aku tak sanggup berhenti memikirkanmu. Senyum-senyum sendiri mengingat kelucuanmu. Sampai aku dianggap "kumat" oleh teman-temanku. Hahahaha, tidak masalah buatku. Mereka kan tidak tahu betapa lucunya kamu.   Tiap hari di waktu yang sama kamu ada disitu. Aku juga jadi sering lewat situ. Menunggu saat yang tepat untuk berkenalan denganmu. Akhirnya aku tegur dirimu di hari Rabu. Aku tak membuang waktu, kuminta semua nomor kontakmu. Dari mulai nomor hape sampai pin BBmu. Semakin kenal kamu, aku semakin suka padamu. Hai kamu... Iya, kamu. Ga usah tengak-tengok celingak-celinguk begitu. Kamu kok yang aku maksud. Senyum dong untukku. :) Karena senyumku hari ini, sebagian besar karena ingat kamu. Hai kamu yang lucu, kamu mau kan jadi pacarku? Supaya aku tersenyum setiap hari karena tahu kamu denganku.

Artiku Artimu

Artiku Apa seperti setitik debu Yang dengan mudah kau tiup Hingga terbang tanpa deru Artiku Apa seperti setangkai bunga Yang kau biarkan layu di pojokan Tanpa makna bagi rasa Artiku Apa seperti rumput di halaman Yang meski kau sirami dan pelihara Namun tetap kau injak sesuka hati Artiku Apa bagimu? Artimu Seperti nasi Yang harus kumakan tiap hari Apapun lauknya Artimu Seperti HP blackberry Ribut bunyi memberi notifikasi Namun serasa tak lengkap ketika mati suri Artimu Seperti bintang Yang menenangkan jiwa Menerangi jalan dan menerbitkan senyuman Artimu Itu bagiku First published at FB: September 2nd, 2011

Masa Lalu

Kamu.. Masa Lalu.. Diam di pojok otakku Lalu datang menguasai pikiranku sesukamu Masa Lalu Kenapa kamu seperti itu? Kenapa kamu tidak pergi saja dari situ? Kenapa kamu diam disitu? Salahku Tak bisa melepasmu, Masa Lalu Salahku Selalu mencari alasan untukmu Aku memang begitu Mencari alasan terjadinya kamu Mencari tahu pantaskah kamu terjadi padaku Selalu begitu Kalau aku belum tahu Aku tak bisa melepasmu, Masa Lalu Aku belum bisa maju Ya, separah inilah aku Masa Lalu Aku ingin maju dari kamu Aku lelah memikirkanmu Aku lelah mengandaikanmu Masa Lalu.. Lepaskan aku Bebaskan pikiranku Biarkan aku maju Hai, diriku Berhentilah memikirkan Masa Lalu Agar kita bisa maju Ya, agar kita bisa maju.. First published at FB: September 9th, 2011

Bahagiaku = ia tersenyum

Hujan.. Tolong sembunyikan air mata Sembunyikan tangisan Sembunyikan sesak dada Hujan.. Ia yang kusuka Menganggap aku tiada Acuhkan rasa yang ku kata Hujan.. Ia yang kudamba Anggap aku bergurau saja Anggap aku teman biasa Bukan salahnya Tapi salahku yang suka bercanda Sehingga ketika aku sungguh berkata Ia tak percaya Tak pernah terbersit di pikirannya Bahwa aku sungguh merasa Bahwa aku jujur berkata Bahwa aku amat mencinta Hujan.. Rahasiakan semua ini darinya Karena ketika ia tersenyum ceria Ketika itulah aku bahagia First published at FB: October 6th, 2011

Inilah aku, tanpamu

Waktu itu, kamu mengajak bertemu Ditemani coklat hangat dan hujan yang turun Di café itu, di bangku favorit kita itu Kamu ucap kata putus Memang aku tak menangis saat itu Tapi jangan kau sangka aku sekuat itu Aku hancur, hatiku remuk Tapi aku tak mau memberatkanmu Aku tahu ini bukan maumu Tapi aku tetap sedih karena kamu menyerah semudah itu Padahal aku masih ingin berjuang denganmu Dua tahun sudah berlalu Kita kembali bertemu Pertemuan yang kutunggu-tunggu Untuk tahu apa kata hatiku tentangmu Inilah aku, tanpamu Aku ahirnya tahu Ada hatiku yang masih untukmu tapi tak lagi seperti dulu Inilah aku, tanpamu Aku tahu mungkin bukan jalan kita untuk bersatu Tapi aku tetap sayang kamu Sayang kamu, tapi tak lagi terlalu inginimu Inilah aku, tanpamu

Aku benci kamu hari ini

Kamu... Cih! Aku benci kamu yang telah membuatku susah makan. Aku benci kamu yang sudah membuat tidurku tak nyenyak. Aku benci kamu yang telah membuat nafasku tersendat. Aku benci kamu yang sudah membuat kepalaku pusing tujuh keliling. Aku benci kamu yang sudah menghampiriku hari ini, karena aku tahu, kau akan berdiam disini selama sedikitnya tiga hari, menyiksaku dengan kehadiranmu. Aku benci kamu hari ini! Kamu membuatku tak fokus bekerja. Kamu membuatku panas dingin, semua hanya karena kehadiranmu. Aku benci kamu, wahai radang tenggorokan! Aku juga benci kamu, pilek! Pergi jauh-jauh dariku! Ditulis, dengan harapan radang tenggorokan dan pilek yang menyerang akan segera pergi jauh. Hush hush!

Sepucuk surat (bukan) dariku

Teruntuk kamu, Hai, kamu… Aku rindu. Sungguh. Mungkin kamu tak tahu, mungkin kamu tak percaya kataku, tapi sungguh aku merindumu. Kamu ada waktu? Aku ingin bertemu. Hari Rabu, siang hari jam satu, kutunggu kamu disitu. Aku, yang mencintaimu. Hari Rabu, jam satu “Aku rindu.”, kekasihku berkata ketika aku tiba. “Aku juga rindu, tapi ada apa tiba-tiba kamu mengirim surat?”, tanyaku padanya. “Lho, bukannya kamu yang mengirim surat mengajak bertemu?”, jawab kekasihku. PLAK! “Kita putus!”, sang wanita berteriak penuh emosi, setelah menampar kekasihku sekuat tenaga. Wanita itu, pacar kekasihku, yang terbakar api cemburu melihat ia mengucap rindu penuh cinta padaku. Pasanganmu selingkuh. Tak percaya? Datang saja kesitu hari Rabu jam satu. Kulihat folder sent items di ponselku, ada sms itu dengan nomor wanita itu sebagai penerimanya. Maaf, kekasihku, aku yang mengirim pesan singkat tentang pertemuan kita padanya. Aku yang mengirim surat itu padamu, tapi aku harus berpura-pura sepucuk surat

Ada dia di matamu

Aku bisa merasakannya, sayang. Kamu berubah. Kamu terlalu baik padaku, seperti hendak menebus dosa. Aku bisa merasakannya, sayang. Walau ragamu ada disini, di hadapanku, namun kamu terasa jauh. Kamu tiba-tiba menghilang, sayang. Tiada kabar, tanpa pesan. Kau biarkan aku disini, menantimu, mencari kabarmu hingga ke teman dan keluargamu. Teganya kamu. Aku tahu, sayang. Aku tahu tentang dia. Aku sudah bicara dengannya. Tentangmu, tentang kita, tentang kalian. Kutemui dia, sayang. Kutemui dia di rumahnya. Tak kusangka kamu pun datang kesana. Kita bertemu, sayang. Kita bertiga bertemu. Marahku habis sudah, tangisku kering sudah. Kutanya alasanmu, sayang. Kau bilang jenuh. Semudah itu. Tak kau lihat bertahun-tahun kita bersama, ketika kau masih bukan siapa-siapa. Kau lupakan perjuangan kita dalam suka dan duka. Kau sepikan restu orang tua kita. Kutanya padamu, sayang, dia atau aku. Kau tak menjawab. Tapi aku bisa melihat, ada dia di matamu. Buatku, itu sudah cukup, sayang. Kita selesai

Jadi milikku, mau?

Kamu berdiri di depanku. Memesona, seperti biasa. Kamu menarik nafas panjang, seakan pembicaraan ini terlalu berat untukmu. Aku diam, menunggumu bicara. Kamu masih diam, menatapku dalam. Menimbang-nimbang. Aku menatap matamu, kutemukan keraguan disana. Aku sayang padamu, tak bisakah kau lihat itu? Tak usah kau ragu, hati ini milikmu. Kamu masih terdiam. Aku mulai gerah dengan kebisuan ini. Dapat kulihat kau kebingungan mencari kata-kata. Kutarik nafas panjang. "Jadi milikku, mau?", kataku. Matamu spontan berbinar, senyum mengembang di bibirmu. Tiba-tiba kau memelukku. Hangat. Erat. Lalu kau kecup pipiku sekilas. Aku terpana. "Terima kasih.", katamu. "Aku akan mengatakannya." Kau tergesa keluar dari ruangan, untuk mencari dia. Untuk mengucapkan kalimat tadi padanya. Kalimat yang sedari tadi kau cari. Kau pergi. Sehingga tak kau lihat betapa ku terluka. Tak kau lihat betapa inginnya aku memilikimu. Tak kau sadari bahwa kalimat itu tulus ku

Aku maunya kamu titik!

AKU MAUNYA KAMU TITIK! Kamu yang sabar menghadapi setiap keegoisanku. Menghadapiku yang suka tiba-tiba ngambek hanya karena kamu tidak memberi kabar seharian. Kadang awalnya kamu tidak sadar kalau aku ngambek. Setelah sadar, kamu akan menjelaskan dengan sabar, sampai aku mengerti kalau kamu sedang sibuk. Lalu kamu akan mencolekku dengan centil, sambil tersenyum lebar. Ah, aku selalu luluh melihat senyummu. Ngambekku pun selesai, begitu saja. Begitu mudahnya. Kamu yang selalu ingat apa kesukaanku. Aku ingat kamu malam-malam datang ke rumah, memberiku sebuket mawar putih pada peringatan hari jadi kita. Padahal harusnya kamu marah padaku, karena aku yang tidak memberitahumu bahwa aku akan ada di rumah malam itu. Aku harusnya masih di luar kota, aku tidak bilang bahwa aku pulang. Tapi, kamu tidak marah. Kamu terlalu senang mendengar aku pulang. Karena sudah malam, kamu hanya sempat membelikan bunga. Dan aku? Aku tidak menyiapkan apa-apa untukmu. Dan kamu tidak marah. Aku maunya kamu