Skip to main content

Daun Jatuh

Berpisah dari pohon adalah takdir daun. Sekuat apapun daun berpegangan pada pohon, sekuat apapun pohon menggenggam tangan daun, pada saatnya daun pasti akan gugur pula. Daun tahu dan sadar akan hal ini, oleh karenanya ia menikmati betul saat-saat kebersamaan dengan pohon.

Ada sepasang burung yang tinggal juga di pohon. Awalnya mereka hidup berdampingan: daun, pohon, dan burung. Namun entah kenapa, burung merasa mereka memiliki pohon. Mereka merasa mereka lah yang merawat pohon. Mereka merasa mereka lah yang paling tahu apa yang terbaik bagi pohon.

Suatu hari, burung melihat hubungan daun dan pohon. Mereka tidak suka pada daun dan mereka berusaha mencabut daun dari pohon. Pohon dan daun berpegangan erat, tidak rela untuk berpisah. Tak peduli betapa keras burung menghentakkan cakar mereka di ranting pohon, atau mengepakkan sayap mereka di dekat daun, daun dan pohon tetap bertahan. Daun, yang masih muda, tahu bahwa ini bukan saatnya ia berpisah dengan pohon. Belum saatnya. Maka daun pun bertahan dengan segala kekuatan yang ia miliki.

Burung tak habis akal. Mereka gunakan paruh mereka untuk mencabut paksa daun. Daun menangis kesakitan, terus mencoba bertahan. Pohon pun berusaha memperkuat rantingnya agar bisa terus bersama daun. Namun, paruh burung lebih tajam, lebih kuat. Perlahan genggaman antara daun dan pohon melemah. Sampai akhirnya putus dan daun pun melayang jatuh ke tanah.

Daun menangis. Ia dipisahkan dari pohon dengan paksa, ia tergeletak lemas di tanah, di samping pohon, namun tak bisa meraih pohon. Daun memohon pada burung agar menyatukannya lagi dengan pohon sampai habis masa waktunya, namun burung hanya memandang daun penuh cemooh. Burung yang jumawa terbang dan mendarat di sebelah daun. Mereka berkata bahwa daun tak pantas untuk pohon. Lalu mereka terbang kembali ke atas pohon.

Daun yang tergeletak tak berdaya di tanah tak dapat melupakan pohon. Hari demi hari ia habiskan dengan menatap pohon, berharap burung akan berubah pikiran, berharap pohon akan mengulurkan ranting padanya. Hingga tiba hari itu...

Hari dimana daun melihat pohon telah memiliki daun yang baru, yang lebih indah, lebih segar. Daun yang jatuh melihat burung kali ini merestui hubungan pohon dan daun baru, burung ikut merawat daun baru agar tumbuh kuat bersama pohon. Daun yang jatuh tidak mengerti, apa bedanya ia dan daun baru itu? Namun, ia sudah tidak mampu berkata-kata. Sudah habis tenaganya. Kicauan riang burung yang merawat daun baru terdengar seperti hinaan bagi daun yang jatuh. Hinaan. Karena sesungguhnya daun baru dan daun yang jatuh tidak begitu berbeda. Lalu apa yang menyebabkan burung begitu benci kepadanya?

Daun yang jatuh menghela napas panjang. Kini ia siap dihisap tanah, menghilang dari hadapan pohon untuk selamanya. Daun yang jatuh terisak untuk terakhir kalinya, mengucapkan doa semoga pohon selalu bahagia, lalu menghilang ditelan tanah.

Comments

Popular posts from this blog

Tick Tock Escape

I should have wrote this review sooner . Akhir-akhir ini lagi happening banget game detektif-detektif-an atau puzzle rooms . Awalnya denger tentang game ginian dari adikku tersayang, karena di Jakarta katanya nge- trend banget. Dia yakin aku bakalan suka game ini dan ngajakin main di Bandung. Salah satu tempat yang eksis banget itu namanya Ticktock Escape Room di Ciwalk Bandung. Awalnya nyoba main room yang level medium , pilihannya The Mansion's Heist atau Murder at Opera House. Kita main bertiga: aku, adikku, dan sepupuku. Biayanya lumayan sekali main, di atas 100 rb per orang. Biaya dan info lebih lengkap bisa liat disini . Lebih banyak pemainnya, biaya per orang nya jadi lebih murah. Kita nyoba main di Murder at Opera House. Sebelum masuk, semua HP dan tas harus disimpan di loker yang ada di luar ruangan. Pokonya masuk ke dalam ruangan itu hanya bawa diri sendiri aja, ga bawa pulpen atau apapun. Lebih baik booking dulu sebelum main, supaya room yang kita mau

A Journey To India (part 2)

So, kemaren sampe mana ceritanya? Ngurus-ngurus dokumen ya? Well, here's some more. Flight gw jam 11.50 siang dari Cengkareng, naik Malaysia Airlines. Yep, the famous MH flights yang ada di berita akhir-akhir ini. Berangkat naik Primajasa jam 5 pagi, dan pas sebelom berangkat tiba-tiba ibu naik ke bis hanya untuk ngasih tasbih. Tasbih! Bikin makin gimanaaaaaa ga sih? Hehehehe.. Well , bismillah. Here I go! Yang bikin deg-degan sebenernya adalah will I make it ? Karena biasanya pergi dinas kan berdua. At least kalo ada apa-apa, ya ada temennya. Ini sendirian banget. Serius, gw takut. Apalagi dengan tensi yang masih tinggi, ngukur sebelum berangkat di 150/100. Tapiii yaaa dijalani aja. Berangkat jam 5, nyampe bandara jam 8an. Kepagian. Mau check in , nunggu dulu lah jam 9an. Nongkrong sendirian kayak orang bingung di bandara. Sarapan roti di kursi tunggu yang di luar gate, so sad actually . I feel all alone. Abis sarapan, minum obat, nongkrong, bengong, akhirnya memut

Training online? Makhluk apa itu?

Pernah denger training online? Makhluk apa sih itu? 😅 Awalnya baca postingan FB seorang teman lama, dia abis ikut training menulis secara online dan lagi gencar-gencarnya mempromosikan training tersebut. Trus mikir, hmm... should I try this kind of training? Secaraaaa biasanya kalo ikutan training/diklat/kursus/whatever the name is, selalu ikut secara offline. Offline, artinya masuk kelas, ketemu muka sama yang ngajar, have a one on one experience at some point. Tapi lalu mikir, dengan hectic nya kerjaan saat ini (my schedule until Indonesia’s Independence Day already full booked), kapan gw punya waktu untuk training offline? Sementara blog ini semakin lama semakin berdebu dan telantar, bahkan draft blog post pun ga nambah-nambah. Padahal masih punya utang nyelesein cerita Japan trip tahun lalu. Yes, tahun lalu berangkatnya. Ceritanya ga kelar-kelar ampe sekarang. Hiks. 😭 Taken from Rahayu Asda post on FB Akhirnya setelah banyak mikir, daftar deh buat ikutan Tr