Kamu suka langit malam? Saya suka sekali. Kapan terakhir kali kamu melihat langit malam?
Saya baru saja terpesona oleh indahnya purnama. Bulat penuh dan begitu benderang, menyirami bumi dengan sinarnya yang putih menyejukkan.. Sayang, bintang gemintang tak terlihat. Mungkin kalah oleh pesona sang rembulan. Atau, kalah oleh polusi cahaya kota.
5 tahun yang lalu, nyaris 4 hari dalam seminggu saya mendongak ke atas mengagumi bintang dan bulan. Apalagi kalau pikiran sedang jenuh oleh pekerjaan, saya menikmati betul perjalanan saya menuju kost. Kost saya berjarak 600 m dari pinggir jalan raya. Saya suka berjalan pelan seperti siput, melangkahkan kaki pelan satu demi satu, mendongakkan kepala ke atas, dan membiarkan mata saya rakus melahap pemandangan di langit. Kadang bulan sedang sabit, kadang purnama.. Kadang langkah saya hanya ditemani kerlip bintang yang centil menyapa. Saat itu, seakan semua beban lepas. Saya otomatis tersenyum menatap bulan bintang yang bersinar riang, menyejukkan hati dan pikiran saya.
Ah, saya rindu masa-masa itu..
Sekarang saya kembali ke kota asal saya. Disini banyak polusi cahaya, bintang jadi jarang terlihat. Dan saya sudah jarang menatap langit malam. Tapi tadi, saya terhenyak melihat indah purnama. Saya terakhir melihat langit malam ketika tahun baru. Itupun sambil menunggu kembang api berpendar indah. Tapi saya ingat, meskipun kembang api sudah selesai, saya sempat termenung menatap langit. Termenung dan merenungi hidup saya..
Langit malam selalu mengerti saya.. Baik ketika saya gundah, sedih, bahagia dan senang, langit malam selalu ada buat saya. Dia selalu bisa menghibur saya, menerima setiap tetes air mata saya dan mengubahnya menjadi senyuman. Selamat malam, hai bulan dan bintang serta langit malam nan kelam. Terima kasih untuk segalanya.
first published at FB: 17th June 2011
Saya baru saja terpesona oleh indahnya purnama. Bulat penuh dan begitu benderang, menyirami bumi dengan sinarnya yang putih menyejukkan.. Sayang, bintang gemintang tak terlihat. Mungkin kalah oleh pesona sang rembulan. Atau, kalah oleh polusi cahaya kota.
5 tahun yang lalu, nyaris 4 hari dalam seminggu saya mendongak ke atas mengagumi bintang dan bulan. Apalagi kalau pikiran sedang jenuh oleh pekerjaan, saya menikmati betul perjalanan saya menuju kost. Kost saya berjarak 600 m dari pinggir jalan raya. Saya suka berjalan pelan seperti siput, melangkahkan kaki pelan satu demi satu, mendongakkan kepala ke atas, dan membiarkan mata saya rakus melahap pemandangan di langit. Kadang bulan sedang sabit, kadang purnama.. Kadang langkah saya hanya ditemani kerlip bintang yang centil menyapa. Saat itu, seakan semua beban lepas. Saya otomatis tersenyum menatap bulan bintang yang bersinar riang, menyejukkan hati dan pikiran saya.
Ah, saya rindu masa-masa itu..
Sekarang saya kembali ke kota asal saya. Disini banyak polusi cahaya, bintang jadi jarang terlihat. Dan saya sudah jarang menatap langit malam. Tapi tadi, saya terhenyak melihat indah purnama. Saya terakhir melihat langit malam ketika tahun baru. Itupun sambil menunggu kembang api berpendar indah. Tapi saya ingat, meskipun kembang api sudah selesai, saya sempat termenung menatap langit. Termenung dan merenungi hidup saya..
Langit malam selalu mengerti saya.. Baik ketika saya gundah, sedih, bahagia dan senang, langit malam selalu ada buat saya. Dia selalu bisa menghibur saya, menerima setiap tetes air mata saya dan mengubahnya menjadi senyuman. Selamat malam, hai bulan dan bintang serta langit malam nan kelam. Terima kasih untuk segalanya.
first published at FB: 17th June 2011
Comments
Post a Comment