Waktu denger bahwa kerjaanmu, yang kamu kerjakan sepenuh hati, disebut sia-sia.... Sakitnya tuh disini *nunjuk dada*.
Sumpah, aku ngerjain kerjaan itu bukan karena pengen dilihat atasan. Bukan karena pengen disebut rajin. Bukan karena pengen cari muka. Murni karena emang harus dikerjain. Gak lucu kalo ada temuan pas audit cuma gara-gara hal kecil itu.
Tapi kamu, dengan mudahnya bilang sama orang lain bahwa kerjaan aku sia-sia. Bahwa sebenernya itu ga usah dikerjain. Well, kalo emang udah kamu kerjain tahun lalu, mana buktinya? Aku nyari-nyari buktinya ga ada. Aku tanya, kamu bilang belum dikerjain. Lalu, salah kalo aku yang ngerjain?
Oooh.. iya, aku lupa. Emang harusnya bukan aku yang ngerjain ya? Harusnya kamu yang ngerjain, lalu kamu koar-koar ke semua orang bahwa aku ga mau kerja sama sekali. Ah, aku lupa, bahwa dengan aku ngerjain kerjaan itu, itu sama artinya dengan aku ngambil kerjaan kamu. Selalu begitu kan? Apapun yang aku kerjain, di mata kamu aku salah.
Kamu tahu, tadi aku nangis. Nangis sendirian di lab. Kenapa? Karena bingung harus gimana lagi untuk berdamai sama kamu. Aku udah sendirian, yang lain udah kamu pengaruhi untuk ada di pihak kamu. Masih perlu ya kamu nyakitin aku?
Aku selama ini diam, selama ini pasrah. Tapi kamu malah makin menjadi-jadi. Aku selama ini mencoba sabar, mencoba jalan halus. Tapi kamu malah makin merajalela. Kamu anggap aku saingan ya? Aku kamu anggap musuh yang bakal ngambil kerjaan dan nama kamu? Tenang ajaaaa... aku ga minat kok ngambil kerjaan orang lain. Aku paling anti mengakui kerjaan orang sebagai hasil kerjaku sendiri.
Tapi percuma sih ya, ngomong sama kamu. Kamu udah suudzon ma aku. Apapun yang aku kerjain, mau bener mau salah, pasti salah di mata kamu.
Comments
Post a Comment